‘New Normal’ di depan mata?

Kebijakan New normal atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang dalam rencananya akan diterapkan di Indonesia mulai Juli mendatang memiliki plus minus tersendiri. Sebelum itu, kita juga harus tahu apakah kita sudah siap memulai kebiasaan yang baru, dan apa saja yang harus kita persiapkan? Kawan-kawan bisa membaca tulisan saya tentang new normal di halaman website pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata.

http://bata-bata.net/2020/06/05/New-Normal-Di-Depan-Mata.html

Merayakan Patah Hati

Jarum Jam berdentang,
Tepat ketika tunas pertama tumbuh pada pukul 06.00 pagi
Kita menatap kaki kita sendiri,
Terjepit di sela-sela kembang sepatu yang merontokkan beberapa helai daun

Kita berdua saja,
Aku memesan hujan, kau memesan kemarau panjang
Aku menjelma bunga kertas dan kau lintasan warna yang saling berbisik
“Biru, hijau, kuning, atau merah jambu?”, tanyaku
Engkau memutar kepala dan berbalik,
Tak ada warna selain hitam dan abu-abu

Pernah pada suatu hari,
Kau mencari tempat paling tinggi di muka bumi
Bersama burung, kau ingin terbang dan melayang
Tapi, kau tak pernah bisa menjadi sesuatu selain patah
Dan tak pernah melihat apapun kecuali bayang-bayangmu sendiri


Setiap pagi, kau akan memintaku memutar lagu melankolis, membaca roman tentang patah hati, cinta bertepuk sebelah tangan, tentang perselingkuhan, atau tentang apapun yang dalam penafsiranmu, dirimulah pemeran utamanya.

Seolah-olah kau tengah merayakan hari patah hati sedunia.

—- Surabaya, 2020

Memperawani Gunung (Pendakian Pertama ke Gunung Penanggungan)

20191124_110619

Bukan tentang gunung apa yang kita ndaki pertama kali, tetapi siapa rekan pendakian pertama kita. Siapa yang tidak meninggalkanmu sampai ke puncak”.

—Fiersa Besari—

Fitri, ia adalah teman perempuanku yang sangat suka mendaki gunung. Mulai dari penanggungan, lawu, buthak, pundak dan beberapa gunung khusunya di Jawa Timur sudah ia susuri sampai ke puncak. Kali ini, untuk kedua kalinya ia kembali lagi ke Penanggungan. Bedanya, pada pendakian kali ini, saya termasuk salah satu diantaranya. Kami bertiga, saya, Fitri dan Rian. Dan diantara kami, hanya saya yang belum pernah mendaki sama sekali. Sebenarnya, sejak beberapa bulan lalu, saya memang sempat mengutarakan keinginan saya ke Fitri dan meminta diajak sewaktu-waktu ia hendak mendaki. Syahdan, pada awal November ia mengabari dan mengajak saya mendaki pada 22 November 2019 kemarin. Sontak, saya begitu antusias menerima tawaran ini, tidak sabar rasanya. Persiapan demi persiapan saya lakukan, mulai dari carrier, matras, dan perlengkapan lain yang sebagian besar masih meminjam dan menyewa ke teman.

 
Singkat cerita, tepat hari sabtu malam sekitar pukul 21.45 WIB. Saya, Fitri dan Rian berangkat menuju Trawas, Mojokerto. Pukul 00:30 kami sampai di lokasi pendakian Gunung Penanggungan Jalur Tamiajeng. Setelah mempersiapakan semuanya, Check in ke pemesanan tiket masuk dan mendapat sedikit briefing dari tim sar yang bertugas di posko pendakian, kami pun mulai menyusuri jalur pendakian sekitar pukul 01:30 WIB. Mulai dari jalan beraspal ke bebatuan kerikil sampai pada tanah yang bisa dibilang area hutan. Dari pos 1 ke pos 2 yang landai, beralih ke pos 3 yang sudah sedikit menanjak namun masih terdapat jalur pijakan berupa anak tangga (dari tanah). Sampai pada pos 4 yang lebih menanjak lagi.

 
Kami, hampir di setiap pos berhenti untuk beristirahat. Sebenarnya bukan hanya itu, bahkan dari pos ke pos lainnya setidaknya kami berhenti untuk sejenak meregangkan kaki lebih dari 3 sampai 5 kali. Untung saja Rian, sebagai satu-satunya lelaki pada pendakian kali ini bisa dibilang cukup pengertian, terlebih saya dan Fitri yang sering kali mengeluh capek dan meminta istirahat. Katanya, “ngak usah terburu-buru, puncak gak bakalan pergi kok”.

 
Selepas dari pos 4, barulah pendakian yang sebenarnya dimulai, setidaknya dengan kondisi track yang menanjak, didominasi bebatuan yang kelihatannya lebih menyerupai tebing, ditambah lagi musim kemarau yang membuat debu dan pasir memenuhi sepanjang jalur dari pos 4 menuju puncak bayangan. Tidak jarang kami menggunakan tangan untuk merogoh bebatuan ataupun pohon sebagai pijakan dan pegangan. Tidak sekali dua kali saya mengeluh yang terkadang dengan nada gurauan, “ternyata masih jauh yaa hahaha”. Menatap jauh ke depan dengan perasaan lelah di kegelapan hutan area gunung penanggungan sempat membuat saya merasa lelah dan hampir menyerah. Tetapi, ketika pikiran itu muncul, saya langsung menoleh ke belakang dan berbisik pada diri sendiri, “sudah sejauh ini, tidak lucu dong kalau menyerah. Sudah sejauh ini, menyerah hanya kesia-siaan. Sudah sejauh ini, bertahanlah sebentar lagi, sebentar lagi”.

 
Memang, karena sedari pos 1 sampai pos 4, saya, Fitri dan Rian kerap meramaikan perjalanan dengan obrolan-obrolan menggelikan, lucu dan terkadang saling mengejek, setidaknya itu bisa sedikit membantu kami untuk tidak merasa bosan. Sampai sekitar pukul 04:30 WIB kami tiba di puncak bayangan. Rasanya, lega, damai terlebih kami juga disuguhi pemandangan indah gunung Arjuno-Welirang, Fajar di Ufuk timur dan juga pemandnagan gunung Penanggungan yang dihiasi oleh beberapa pendaki yang sudah melanjutkan pendakiannya untuk menikmati matahari terbit di Puncak Gunung Penanggungan. Kami bertiga memang tidak berniat melihat matahari terbit, jadi kami pun bersegera membangun tenda, membersihkan badan dan kemudian beristirahat beberapa jam untuk mengumpulkan tenaga menjajaki puncak Penanggungan nanti.

*****

 
Setelah cukup puas merebahkan badan dan mengistirahatkan otot kaki yang kelelahan, sekitar pukul 09.00 WIB kami melanjutkan perjalanan. Membereskan carrier, dan meninggalkan barang-barang yang tidak terlalu penting di tenda, setidaknya tidak perlu membawa beban seberat saat perjalanan ke puncak bayangan, melihat jalur menuju puncak bisa dibilang cukup curam dengan rasio kemiringan sekitar 45 derajat. Yaa kami membawa barang seperlunya, tentu saja makanan dan air minum. Sebagai penikmat alam sudah selayaknya kita menjaga kelestarian alam. Manusia dan alam memiliki komposisinya sendiri-sendiri, suatu ketidakseimbangan akan saling berdampak dan terkadang bahkan membawa petaka. Sederhananya jangan lupa membawa plastik sebagai tempat sampah.

 
Orang bilang, penanggungan adalah gunung yang cocok untuk pemula. Tidak keliru, hanya saja lebih tepatnya penanggungan adalah tempat yang cocok untuk ia yang mau belajar mendaki gunung-gunung berikutnya. Sebagaimana Fiersa Besari bilang, pendakian pertama akan memberikan 2 kesan, kapok atau ketagihan.

 

To be continued……..

Perihal Membaca

20180522_115211[1]
Instagram.com
 

“Fungsi buku ada 2”, katanya, “dibaca dan disombongkan”.
Orang-orang kita yang suka membaca –atau sekadar memfoto sebagai postingan- kerap kali menyombongkan hobi mereka ini.

“Apa kau kira mereka yang jarang membaca sudah pasti bodoh?”
“Tidak”, katamu.

Kau benar. Hanya saja,
Jika kau bilang, kau ingin menjadi penulis,
tetapi buku yang kau baca tak lebih dari 10.
Aku akan menamparmu dengan Koran yang memuat berita orang hilang,
“Jangan mimpi di siang bolong”.

Setiap penulis adalah pembaca.
Kata-kata lahir dari pemikiran,
dan pikiran adalah buah dari bacaan.
Jika kau ingin menulis tanpa mau membaca,
itu bualan yang pantas masuk ke tempat pembuangan.
Kau hanya akan menulis omong kosong,
seperti politikus dan tayangan televisi.

Bukan aku ingin kau berhenti menulis. Tidak.
Sederhananya, mulailah membaca.
Dengan Nama Tuhanmu yang mengutus Jibril kepada Muhammad untuk membaca.
Atau Musa di bukit Tursina dalam perwujudan nyata.

 
Kata-kata lahir pada masanya sendiri-sendiri.
Makian, nasehat, pujian, omong kosong sekalipun akan perlahan-lahan hanyut dan saling meninggalkan.
Dunia bergerak dalam waktu,
Seorang teman pernah bilang, “Semua hal dalam hidup ini menuntut kita terus berlari dan berjalan, atau tergantikan”.

Still I Rise*___ Maya Angelou

screenshot_20190924-145626.png
From: @bagianteduh

kau boleh menulis namaku dalam sejarah
dengan kepahitan dan kebohongan
kau boleh meletakkan aku di kakimu
tapi tetap, seperti debu, aku akan bangkit

apa kecantikanku menumbangkanmu?
Kenapa wajahmu ditimpa kemurungan?
Sedang aku berjalan seperti memiliki tambang minyak
dipompa langsung di rumahku

seperti bulan dan matahari
yang berlomba naik turun dengan pasti
seperti harapan bersemi
aku masih akan bangkit

kau ingin melihatku hancur?
menundukkan wajah dan merendahkan mata
bahu jatuh seperti air mata
dilemahkan tangis yang menggetarkan jiwa

apa keangkuhanku menyakitkan hatimu?
tak perlu kau terlalu keras
karena aku tertawa seperti pemilik tambang emas
tepat di halaman belakang rumah

kau bisa menyakiti aku dengan kata-kata
kau bisa membelah aku dengan tatap mata
kau bisa membunuh dengan kebencian
tapi tetap, seperti udara, aku akan bangkit

apa kemolekanku membuatmu kecewa?
apa kau terkejut?
aku menari seperti pemilik permata
tepat di pertemuan antara kedua belah paha

di luar dari pondok sejarah yang memalukan
aku bangkit
dari masa lalu yang berakar kepedihan
aku bangkit
aku laut hitam, melompat lebar,
mengalir dan beriak menghadap naik dan turun
meninggalkan malam penuh ancaman dan ketakutan
aku bangkit
menuju fajar bersih yang menakjubkan
aku bangkit
membawa hadiah yang diberikan pendahulu
aku adalah mimpi;
harapan bagi mereka yang direndahkan
aku bangkit
aku bangkit
aku bangkit

 

*Diterjemahkan bebas oleh: Ariel Amanda Kautajeng (@bagianteduh).

Indonesia Sedang Aneh

EEoLHmAUUAALamf.jpg

“Indonesia pantas kita bela dan juga pemerintah harus kita hormati hanya jika mereka layak menerimanya”.

 

Reformasi dikorupasi, demokrasi dikebiri, tuntaskan reformasi dan lain sebagainya nampaknya tengah menjadi perbincangan yang tidak hanya hangat tapi bahkan memanas baik di dunia nyata maupun media online. Jika anda pengguna twitter misalnya, tagar reformasi dikorupsi, gejayan memanggil, tuntaskan reformasi dan tagar diperkosa negara sempat menjadi top trending. Bukan tanpa alasan, mahasiswa yang dianggap sebagai salah satu penyambung lidah masyarakat dan juga sebagai golongan yang menyampaikan aspirasi rakyat khusunya rakyat kecil ini bisa jadi telah melihat ketidakberesan dan keanehan yang sedang menjangkit pertiwi kita, Indonesia yang katanya adalah negara dengan paham demokrasi.

Indonesia sedang aneh, bagaimana tidak, seluruh masyarakat Indonesia tengah dikejutkan dengan berbagai aturan baru yang berkepentingan, memihak bahkan melemahkan. Mulai dari rencana perpindahan Ibu Kota Negara yang semula di Jakarta menuju Kalimantan Timur, Pengawasan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) akan merebah tidak hanya di dunia pertelevisian dan radio tetapi juga mengadakan rencana pengawasan di media online seperti youtube dan netflix. Tidak hanya itu, yang jauh lebih menggegerkan lagi dan banyak mengundang animo masyarakat baik dari golongan mahasiswa dan non-mahasiswa adalah terkait RUU KPK, RUU KUHP, penundaan RUU PKS, Konflik Papua serta Isu Kebakaran Hutan di Kalimantan, Riau dan Sumatera yang digadang-gadang memiliki oknum tersembunyi dibelakang layar ditampah polusi udara parah yang dibawa oleh asap-asap kebakaran hutan tersebut di wilayah-wilayah bumi Indonesia dan bahkan ke negara tetangga.

Puncak dari gerakan mahasiswa yang disebut sebagai reformasi kedua (dalam mengatasi ORBA di Zaman 4.0) ini terjadi pada 23 September, kemarin. Bahkan hari ini juga diprediksikan akan diadakan aksi turun jalan lagi dengan segala macam tuntutan atas keanehan yang dibuat oleh pemerintah. Pemerataan aksi yang terjadi di hampir sebagian besar kota-kota besar di Indonesia khusunya pulau Jawa ini berkeyakinan akan bangkitnya benih-benih residu ORBA (Orde Baru) pada pemerintahan Presiden Soeharto yang sempat ditumbangkan oleh aksi mahasiswa yang serupa pada tahun 1998. Tak ada mahasiswa yang tidak mengenal peristiwa ini.

Bibit-bibit ORBA seperti peraturan penghinaan presiden, pengkritikan pemerintah yang mulai dimunculkan lagi. Pelemahan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi, sanksi yang tidak ringan bagi korban pemerkosaan yang melakukan aborsi, pengkritikan hakim, bahkan ayam peliharaan yang masuk dan makan di kebun tetangga saja dikenakai hukuman. Kalo saya bilang lucu sih. Selain itu, yang lebih menggelikan lagi adalah RUU KUHP yang mengatur kalau gelandangan juga dikenakan sanksi. Buat makan saja susah, apalagi bayar denda untuk pemerintah. Mbok kalo mau meras mikir dulu toh.

Saya pribadi, ingat ini hanya menurut hemat saya pribadi saja, tidak menyalahkan para mahasiswa yang serentak dan menggebu melakukan aksi (entah apa motif dibelakangnya murni atau masih ada yang ditunggangi) meski sejatinya saya tidak menyukai demonstrasi, tapi ya gimana lagi, kita tidak boleh menjadi budak pemerintah terlebih di negeri yang katanya berpaham demokrasi ini. Pun juga tidak membenarkan mereka yang anarkis dalam beraksi. Pramoedya A. Toer mengatakan dalam bukunya, “Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran berkeping-keping, ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati, hidup, atau menang-kalah”.

Fiersa Besari bilang, masing-masing dari kita memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan cintanya pada Indonesia, entah lewat aksi, karya atau mungkin do’a. Indonesia pantas kita bela dan juga pemerintah harus kita hormati hanya jika mereka layak menerimanya.

 

Perutmu Penghalang Terkabulnya Do’a

sehat (1)

Sebagai kebutuhan yang amat vital, kita tidak bisa melepaskan diri dari mengonsumsi makanan, apapun jenisnya, seberapapun mahal dan murahnya. Manusia tidak memisahkan diri daripadanya. Jasad manusia membutuhkan makanan sebagai sumber energi, dimana nantinya dari sari-sari makanan tersebut akan dialirkan ke dalam darah, membentuk gumpalan daging atau keluar lagi berwujud energi maupun hal yang tak pernah bisa dibanggakan saat menyebutkannya.

Kebutuhan ini pula yang tidak jarang mendasari manusia untuk melakukan berbagai cara, dengan yang baik dan bermoral atau pula kebalikannya. Bekerja, berdagang, mengajar, mencuri dan jenis pekerjaan lain dengan satu konsep yang serupa, untuk bertahan hidup. Pada sebagiannya, tanpa mengindahkan terpuji atau terkutuk, benar atau salah.

Dalam buku tetraloginya, Pram mengatakan bahwa salah adalah salah sejak dalam pikiran, sedangkan keliru adalah hal yang benar namun salah dalam tindakan. Entah terhitung golongan yang ke berapa mereka yang mengisi perut-perutnya dengan cara merampas, menindas, mencuri atau mungkin malah dari jenis makanannya yang tidak diperhitungkan.

يآيها الذين آمنوا كلوا من طيبت ما رزقنكم واشكروا لله إن كنتم إيّاه تعبدون

“Wahai sekalian orang beriman, makanlah kalian dari (makanan) yang baik yang telah kami berikan kepada kalian, dan bersyukurlah kalian kepada Allah jikalau kalian hanya menyembah kepadaNya” (QS. Al-Baqarah:172).

Pada ayat yang lain; “Yaa Ayyuhannaas, kuluu mimma rozaqnaakum halaalan Thoyyiban……..”

(Wahai manusia, makanlah dari apa yang telah aku berikan kepadamu dari yang halal dan juga baik……)

Sedari belasan abad terdahulu, Islam dengan Quran dan Hadist-nya telah memberi tuntunan untuk mengonsumsi makanan yang baik lagi bermanfaat bagi tubuh kita. Memetakan apa-apa yang harus dihindari untuk dikonsumsi. Bukankah sebagaimana ucapan Sayyidatina Hajar, ibunda Nabi Allah Ismail As. bahwa Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan sesiapa yang melakukan perintahNya, karena Allah sebagai Tuhan yang kasihnya tiada berbatas itu tidak akan mungkin memandu pada keburukan dan kejahilan.

Dalam ayat lain dari Quran juga disebutkan;

وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوالي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون

Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang AKu, maka sesungguhnya aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia berdo’a kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan beriman      kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran” (QS. Al-Baqarah:186).

Betapa Tuhan telah memberikan satu jaminan kepada hambaNya berupa pengabulan do’a. Sayang, terkadang sebagian dari pedalaman diri kita lupa bahwa ‘tidak’ adalah sebuah bentuk lain dari pengabulan. Tuhan dengan segala keMahaanNya itu telah memberikan kita senjata yang tak dapat dibayar oleh musuh berkekuatan 100 ribu orang sekalipun. Ialah do’a sebagai kekuatan terdahsyatnya. Dan janji pengabulan itu, adalah sesuatu yang tidak dipermainkan.

Teringat kisah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. terkemuka yang masih termasuk dalam kelompok Assabiqunal Awwalun, yakni Sa’ad bin Abi Waqqas. Dimana, suatu waktu pada malam hari saat berkemah (dalam peperangan), tibalah gilirannya menjagai tenda Rasul terpuji itu. Sebagai salah seorang sahabat yang cukup dekat dengan baginda Nabi, melalui inisiatifnya Sa’ad menyiapkan sebuah bejana berisi air untuk wudhu Nabi SAW. sudah tentu menjadi kebiasaan manusia paling mulia tersebut berjaga di tengah malam untuk menghadap Rabb-nya. Beliau tersenyum, mengetahui perlakuan Sa’ad kepadanya, lalu dengan segera sebuah kalimat keluar dari balik lisan beliau;

“Mintalah wahai Sa’ad, aku akan do’akan untukmu kepada Allah”

“Do’akanlah yaa rasulalloh agar semua do’aku mustajabah (dikabulkan)”, Sa’ad menimpali dengan jawaban yang begitu cerdas.

Maka, Nabi Muhammad SAW. tersenyum kemudian menjawab kembali,

“Bantulah aku wahai Sa’ad dengan memperbaiki makananmu”.

Ya, bagaimana mungkin do’a akan menemui perwujudannya, jika pada diri si pendo’a itu masih melekat barang haram, pakaiannya apalagi makanannya yang barang kali sudah mendarah daging. Tidak sepatutnya pula kita memenuhi perut yang nanti akan menciptakan kemalasan pribadi dalam beribadah kepadaNya dan menebar kebajikan pada sesama, sebangsa dan yang satu aqidah.

Jadilah puasa sebagai suatu langkah untuk membakar lemak-lemak tubuh atau daging-daging (dari makanan haram) yang mungkin menjadi sebab-musabab tertundanya pengabulan do’a atau keterhapusan pengabulan itu sendiri. Perbaikilah makananmu, dari cara memperolehnya, menyembeleh dan memasaknya. Jangan pula berlebihan dalam mengonsumsinya. Mulailah, sebelum darah, daging dan saraf-sarafmu itu dibuat buncit karenanya.

Egosentis: Struktur Kehidupan Sosial Manusia Modern (Resensi Buku Egosentris)

EGOSENTRIS COVER BUKU

Judul       : Egosentris

Penulis    : Syahid Muhammad

Terbit      : Cetakan Kedua, November 2018

Penerbit  : Gradien Mediatama

Tebal      : 371 Halaman

ISBN       : 978-602-208-165-4

 

Manusia Modern

Sebagian besar generasi muda zaman ini sudah pasti memiliki akun sosial media, mulai dari Facebook, twitter, dan instagram. Hidup di masa revolusi industri 4.0 memang menjadikan generasi Y dan Z tidak bisa terlepas dari gadged. Bahkan disebutkan bahwa setidaknya, generasi Y atau milenial menggunakan gadged sekitar 7-11 jam setiap harinya, dimana di dalamnya juga sudah pasti termasuk penggunaan sosial media. Mulai dari hanya mengecek notifikasi terbaru, memposting foto-foto kekinian dengan caption yang dibuat se keren mungkin, dan tidak lupa sesekali meramaikan kolom komentar berita-berita yang lagi viral. Secara tidak sadar, penggunaan sosial media sedikit banyak akan berpengaruh pada tingkat kesehatan mental seseorang. Bahkan, sekarang sudah ada sejenis penyakit psikologis yang dikenal dengan istilah Syndrom FOMO (Fear of Missing Out) dimana seseorang tidak bisa melepaskan diri dari media sosial karena takut ketinggalan sesuatu yang sedang update atau berada di gugusan teratas dari trending.

Novel egosentris karya Syahid Muhammad ini alih-alih mengusung tema tentang romantika percintaan seperti kebanyakan novel anak muda pada umumnya, novel ini lebih berfokus pada isu-isu sosial terkait dengan mental illness atau mental disorder. Tidak hanya satu jenis saja, namun penulis dengan ciamiknya mampu meramu beberapa isu sosial sehubungan dengan kesehatan mental yang marak terjadi belakangan ini. Sebut saja bullying, depression, Syndrom FOMO, sexual harassment dan juga salah satu gangguan psikologis yang unik tetapi cukup berbahaya, Self Harm disorder.

Egosentris

Menurut teori psikologi analisa Freudian, dalam kajian psikologi, ego merupakan bagian tak terpisahkan dari diri setiap individu (Psikologi Kepribadian, hlm.4). Sedangkan egosentris adalah suatu sikap dimana individu hanya berfokus pada dirinya sendiri, pada kepentingan dan kepuasannya, pada keinginannya, pada cara pandangnya terhadap segala sesuatu tanpa mengindahkan lagi cara pandang orang lain selain dirinya.

Manusia memang tak pernah peduli pada apapun di dunia ini, selain kesenangan dirinya masing-masing (hlm.142). Pernyataan tersebut sangat tidak keliru. Dalam kajian Psikologi sendiri, Karen Horney menyebutkan jikalau manusia selalu berusaha mencari kesenangan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Semua memiliki kepentingan pribadi, termasuk kebiasaan menuliskan komentar nyinyir atau hujatan terhadap orang lain untuk balas dendam atau hanya mencari kesenangan yang bisa mereka nikmati.

Fatih, Fana, Saka

Berkisah tentang tiga orang sahabat yang merupakan mahasiswa jurusan psikologi, Fatih, Fana dan Saka menjadi tokoh utama dalam novel ini. Meskipun semakin ke belakang, cerita seputar kehidupan Fatih lah yang mendominasi. Fatih yang misterius dengan begitu banyak rahasia yang ia pendam sendirian, seorang pemikir yang kritis. Menjadi bahan bully-an teman-temannya sejak kecil. Fana, gadis cantik yang segala keputusan tentang hidupnya ditentukan oleh kedua orangtuanya, termasuk urusan kuliah dan cita-cita. Dan Saka, si sulung yang berusaha keras mendidik adiknya, meski selalu berujung dengan pertengkaran. Pada setiap bahasannya, Syahid Muhammad, penulis novel ini menyajikan sebuah puisi yang menggambarkan sub-bab yang sedang dibahas. Misalnya pada bahasan tentang seorang Fatih;

Terkadang, aku ingin bertahan menjadi rahasia

Daripada terungkap tapi tidak dipedulikan.

Namun, kita tak pernah benar-benar tidak peduli

Sampai itu terjadi pada kita.

Sampai kita menjadi rahasia itu sendri.

Hingga kau terjadi padaku

Terjadi dalam diriku,

terjadi dalam hidupku,

lalu menjadi rahasia. (Egosentris, Hal.29).

 

Berbagai ketidakadilan yang dialami Fatih, mulai dari sering dibully oleh teman-temannya, sampai kematian kedua orangtuanya yang menyisakan trauma sampai ia harus menanggung sebuah penyakit psikologis yang tidak bisa dianggap remeh menjadikan Fatih semakin terlelap dalam kesendiriannya, dalam kedalaman rahasia dan beban hidup yang tak mampu dibaginya dengan orang lain, tidak ada yang benar-benar peduli.

Seiring dengan perkembangan zaman, kondisi sosial menjadi kian terbalik. Hal-hal buruk menjadi lumrah, sedang hal-hal baik justru dipertanyakan. Bagaimana sebuah kebaikan sekarang malah terasa asing. Bagaimana tanpa disadari, apa yang menurut kebanyakan orang dijadikan sebagai suatu lelucon, adalah tikaman pada jiwa orang lain. Pada perasaannya, pada hatinya, pada kehidupannya, pada pedalaman jiwanya yang kian rapuh. Seharusnya kita tahu, bahwa tidak semua hal bisa dibuat bercanda, terlebih masalah orang lain.

Do not ever underestimate someone’s pain. Please, kalian gak tau gimana rasanya kalau masalah kalian dibecandain orang-orang. Kalian gak tahu apa yang udah dihadapi orang lain di hidupnya. Kalian nggak tahu seberat apa mereka berusaha untuk tetap terlihat baik (hlm.350). Pada lembaran-lembaran halaman novel ini, kita akan disuguhkan kata demi kata yang akan ‘menampar’ diri kita. Mencari celah untuk kembali membangkitkan sisi kemanusiaan. Bahwa di dunia ini kita tidak hidup sendirian, ada perasaan-perasaan orang lain yang harus kita pedulikan. Selain itu, penulis mampu untuk benar-benar menggiring pembaca pada dunia nyata yang hidup dalam 371 halaman novel egosentris.

 

Peresensi : Masluhah Jusli

Jangan Terlalu Banyak Berpikir (Resensi Buku “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat”)

manson

Judul Asli        : The Subtle Art of not Giving a F*ck

Judul Buku      : Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat

Penulis             : Mark Manson

Penerjemah      : F. Wicaksono

Penerbit           : Gramedia

Cetakan           : Ketiga, Mei 2018

Tebal               : v + 246 Halaman

 

“Dan pada akhirnya, kita harus mendefinisikan apa yang disebut dengan cukup”.

Mayoritas manusia cenderung memberikan perhatian yang besar terhadap hal ataupun situasi yang sejatinya tidak begitu layak untuk dipedulikan. Over thinking kills your happiness, disadari atau tidak, terlalu memperdulikan banyak hal hanya akan menyakitkan diri kita sendiri. Dalam bahasa penulis dipaparkan bahwa jika kita memedulikan setiap hal dan setiap orang tanpa pertimbangan atau pilihan yang matang, tentu saja hidup kita akan kacau. Lantas, saat kita terlalu memedulikan setiap orang kita akan beranggapan bahwa kita berhak merasa nyaman dan bahagia kapapun dan dimanapun.

Pemahaman bahwa diri kita adalah makhluk yang spesial hanyalah sebuah strategi yang gagal dan membawa toksin dalam kehidupan kita sendiri. Saat merasa payah dan terpuruk ataupun saat kita menganggap diri kita luar biasa, kita akan meminta kompensasi pada lingkungan untuk mendapat perlakuan istimewa, menganggap diri berhak diistimewakan. Kesamaan jalan pikiran keduanya dalam hal keegoisan baik dengan segala upaya menampilkan diri sebagai korban maupun sebagai pribadi yang tanpa cela.

Hal tersebut sejatinya karena sterotipe masyarakat perihal penyangkalan diri terhadap berbagai hal negatif. Mengakui kalau kita egois, kalah, tidak tau apa-apa, sering salah dan bahwa kita tidak istimewa seakan membuat kita menjadi sekumpulan manusia yang terasing dan lemah. Meski begitu, pikiran dan perasaan-perasaan tersebut nyatanya hanya akan menyakitkan diri kita sendiri saat tidak terpenuhi dan membuat kita kecanduan lagi dan lagi tentang hal yang sebenarnya tidak begitu perlu kita hiraukan. Kita harus sadar bahwa kita sepenuhnya bertanggungjawab atas diri kita sendiri, bukan orang lain. Seberapapun orang lain berusaha membuat hidup kita kacau, penuh kesedihan, jika kita tidak mengizinkan diri kita untuk sedih maka hal tersebut tidak ada gunanya.

Buku terlaris versi New York Times dan Globe and Mail ini sudah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa ini. Mark Manson, seorang blogger kenamaan Amerika Serikat ini menyajikan bukunya dengan bahasa sederhana dan ringan dengan menghadirkan berbagai cerita inspiratif dari berbagai tokoh dimana kejadian-kejadian tersebut memang tidak jauh dari apa yang terjadi di lingkungan masyarakat kita. Dalam buku ini, kita diajak untuk menerima dan mengakui sisi negatif dari diri kita sebelum akhirnya penulis mempersuasif kita agar segera melakukan perubahan.

Bersikap bodo amat bisa menjadi alternatif mindset dalam menjalani hidup. Bodo amat bukan lantas membuat kita menjadi pribadi yang apatis maupun asosial. Masa bodoh atau bodo amat yang dimaksud tidak lain yakni memandang tanpa gentar tantangan yang paling menakutkan dan sulit dalam kehidupan dan mau mengambil suatu tindakan. Masa bodoh berarti kita merasa nyaman bahkan saat berbeda dari kebanyakan orang. Meskipun terlihat sederhana, namun dalam praktiknya kita akan menemukan segudang kesulitan maupun penyangkalan dalam bersikap bodo amat. Memang, pada faktanya tidak ada hal yang tidak kita pedulikan. Setiap orang memilih hal yang akan ia pedulikan. Tetapi masalahnya adalah hal apa yang kita pilih untuk dipedulikan? Dan bagaimana cara kita bersikap bodo amat terhadap hal yang tak bermakna dan tidak penting.

Meski begitu, Ada beberapa bahasan di dalamnya yang secara budaya memang kurang sesuai dengan masyarakat Asia terlebih Indonesia yang bisa dibilang menjunjung tinggi tatakrama bahkan jika itu harus berbohong (berpura-pura) demi menjaga perasaan orang lain.

Terlepas dari itu semua, buku ini sangat cocok untuk kalian yang terlalu memikirkan hidup dan peduli terhadap segala sesuatu bahkan terlalu takut untuk terlihat buruk. Buku ini fleksibel untuk dikonsumsi oleh berbagai kalangan terutama remaja dan dewasa yang masih terlalu mendengarkan dan mengambil hati setiap perkataan orang lain yang sejatinya hanya akan membuat hidup mereka kacau. Selamat menyelami setiap kalimatnya dan jangan lupa untuk mempraktikkan.

Peresensi : Masluhah Jusli

Kita Sering Salah dalam Banyak Hal

kaktus
Pinterest.com

Pernahkah seseorang mengirim pesan-pesan romantis padamu, memberikan hadiah pada hari-hari spesial, perhatian setiap kali bertemu, sehingga kamu merasa kalau dia sebenarnya mencintaimu secara diam-diam. Tanpa sadar kemudian kamu merasa kalau dia hanya mencari alasan tidak penting agar bisa bertemu. Memulai obrolan garing hingga bisa bercakap dan tertawa bersama berjam-jam.  kamu merasa seakan ia tengah berkonspirasi dengan semesta untuk mencintaimu. Dan kamu terus saja mencari satu alasan setiap harinya untuk menguatkan hipotesismu tentang dia dan perasaannya.

Manusia sebagai makhluk yang terkenal dengan akal pikirannya atau yang dalam bahasa ilmiah sering disebut dengan kemampuan kognitif, baik kemampuan berpikir, menganalisis masalah, mengambil keputusan, dan menciptakan solusi, tidak bisa dialihkan dari persepsi kita terhadap sesuatu. Bagaimna kita mengambil sudut pandang terhadap suatu hal, memberikan penilaian yang ternyata sering salah.

Dalam pengambilan keputusan dan menciptakan sudut padang terhadap sesuatu, kita sering dipengaruhi oleh bias kognitif atau penyimpangan nalar. Secara kompleks, bias kognitif adalah kesalahan dalam pemikiran, menilai, mengingat maupun proses kognitif lainnya yang sering timbul sebagai akibat dari keteguhan atas preferensi/kesukaan serta keyakinan dengan mengesampingkan informasi yang bertentangan (Toha, 2018).

Ada berbagai jenis bias kognitif, salah satunya adalah confirmation bias (bias konfirmasi), dimana kita cenderung mencari bukti atau pendapat yang mendukung keyakinan atau kesukaan kita dan mengabaikan bukti-bukti yang bertentangan. contoh kecilnya, Saat kalian baper dengan seseorang yang tentunya kalian sukai, pikiran kalian akan terkonsep untuk mencari alasan-asalan bahwa dia juga mencintaimu. Sederhananya, kalian memanipulasi pikiran kalian dengan asumsi bahwa cintamu tidak sendirian. Itu adalah salah yang tampak menyerupai kebenaran di kulit luarnya.

“Karena nila setitik rusak susu sebelaga”, ini mungkin yang disebut dengan Negativity Bias (Bias Negativitas) dimana kita memiliki kecenderungan untuk memerhatikan hal-hal negatif. Kita menganggap hal negatif sebagai sesuatu yang lebih penting dan bermakna. Seberapapun kebaikan yang kita lakukan, saat kita melakukan satu kesalahan, orang-orang akan cenderung berfokus pada satu kesalahan yang kita buat. Ini hal lumrah yang sering kita dapati.

Lebih dari itu, banyak bias-bias kognitif lain yang membuat kita sering mengambil keputusan dan pemahaman yang salah, diantaranya; projection bias, Ingroup bias, Neglecting probability dan lain sebagaibya. Meski hal tersebut lumrah, setidaknya kita bisa belajar untuk tidak sepenuhnya memercayai asumsi-asumsi buatan kita sebelum menghadirkan bukti yang konkret.